Kamis, 11 Desember 2014

Anugerah Energitama Bangun Pabrik di Daerah Transmigrasi

Perusahaan yang bergerak di industri kelapa sawit, PT Anugerah Energitama, meresmikan pabrik di kawasan transmigrasi di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Perseroan bermitra dengan masyarakat untuk memacu percepatan pertumbuhan ekonomi daerah itu.

Komisaris Utama PT Anugerah Energitama Bimo Prakoso menjelaskan perusahaan memiliki luas kebun sawit secara keseluruhan 22 ribu hektare (ha). Dari kebun inti tertanam milik perusahaan yang mencapai 14 ribu ha, 26% dari luas itu sudah diserahkan ke masyarakat sebagai lahan plasma.

“Sesuai peraturan pemerintah, kebijakan perusahaan menyerahkan 20% dari luas lahan, tapi yang sudah kita serahkan lebih dari itu. “Selain menyiapkan lahan plasma, tambah Bimo, perusahaan siap menampung tandan buah segar (TBS) sawit dari kebun-kebun milik masyarakat. Jadi, hasil panen petani dapat langsung dijual dan dijemput pabrik.

Dirjen Pembinaan dan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2T) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal , dan Transmigrasi Jamaluddin Malik mengutarakan investasi swasta merupakan anggaran komplementer bagi anggaran pemerintah yang terbatas.

Khusus di Kabupaten Kutai Timur, kata dia, kementerian telah menerbitkan 13 izin pelaksanaan transmigrasi (IPT) kepada 13 perusahaan dengan total investasi sekitar Rp6 triliun. Wakil Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman mengatakan, sejak jadi daerah otonom, Kabupaten Kutai Timur berkonsep pembangunan agrobisnis. Tercatat, 15.175 ha kebun kelapa sawit dikelola swasta. (DA/E-3) Media Indonesia, 04/12/2014, halaman 19

Jumat, 05 Desember 2014

Tambang masih Gerus Hutan Lindung di Kalimantan

SEBANYAK 249 perusahaan tambang dan perkebunan di Kalimantan diduga mencaplok wilayah hutan konservasi dan hutan lindung. Sekalipun Komisi Pemberantasan Korupsi sudah turun ke lapangan menangani masalah itu, sampai kemarin belum ada satu perusahaan pun yang izinnya dicabut.

“Pemerintah belum serius menangani maraknya penerbitan izin di atas lahan hutan.Padahal, izin yang sudah diterbitkan di hutan konservasi luasnya mencapai 37 persen dari total lahan hutan konservasi di Indonesia,“ papar Berry Nahdian Furqon, aktivis lingkungan dari Koalisi Masyarakat Sipil Borneo, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, kemarin.

Dari data yang ada, terungkap ada 124 pemegang izin yang masih beroperasi di kawasan konservasi di Kalimantan. Selain itu, ada 125 izin berada di kawasan hutan lindung.

Berry menambahkan, penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan nonkehutanan memang diperbolehkan berdasarkan aturan yang ada. Namun, penggunaan kawasan konservasi untuk kegiatan nonkehutanan jelas melanggar UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Sementara itu, kegiatan penggunaan kawasan hutan di kawasan lindung hanya diperbolehkan dalam bentuk pertambangan bawah tanah.

“Namun, faktanya, tidak ada satu pun pemegang izin sanggup melaksanakan penambangan cara ini.“Ia menyayangkan, meski secara aturan banyak perusahaan itu telah melanggar, belum satu pun kepala daerah di Kalimantan yang melakukan tindakan penegakan hukum.

Dari Kalimantan Tengah, dilaporkan, dengan luas wilayah hutan mencapai 10,5 juta hektare, daerah itu ternyata hanya memiliki 385 polisi hutan alias jaga wana. Akibatnya, praktik pembalakan liar masih terus terjadi hampir di seluruh Kalimantan Tengah.

“Idealnya, seorang jaga wana mengawasi sekitar 5.000 hektare kawasan hutan. Oleh karena itu, Kalimantan Tengah membutuhkan setidaknya 2.000 jaga wana,“ papar Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Sipet Hermanto, di Palangkaraya, kemarin.

Pembalakan liar juga makin marak dengan pembukaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Kalteng sejak 2013 memberlakukan moratorium perizinan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. (DY/SS/N-3) Media Indonesia, 03/12/2014, halaman 12